October 14, 2009

Rumah Tangga Harmonis


Sudah menjadi fitrah manusia menginginkan kebahagian dalam berbagai hal. Salah satunya dalam berumah tangga. Setiap orang memimpikan mempunyai sebuah keluarga bahagia, baik yang masih lajang, yang akan melangkah ke jenjang pernikahan, maupun yang sudah dan sedang menjalani kehidupan berumah tangga. Keluarga yang bahagia tidak akan tercapai tanpa adanya harmonisasi hubungan dengan pasangan kita. Lalu, apa itu Harmonis ? dan bagaimana membangun hubungan yang harmonis ? sehingga tercipta rumah tangga harmonis yang kita impikan.

Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan. Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.

Sekarang bersiaplah membangun rumah tangga yang harmonis dengan memperhatikan hal-hal berikut :
Jangan melihat ke belakang
Saat masalah datang mengguncan bahtera rumah tangga kita. jangan pernah melihat kebelkanag menyesali apa yg sudah terjadi. Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?  mungkin tidak akan begini  jadinya” Buang jauh-jauh pikiran ini. Hal ini sama sekali tidak akan mendatangkan perubahan atau solisi. Justru, akan menyeret pada ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian. Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.

Berpikir objektif
Jika konflik rumah tangga dihadapi dengan emosional, hal itu bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Apalagi jika sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh. Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yaitu kita dan pasangan.
Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang dianggap tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi yang buruk pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.

Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya
Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Ingat "No body is perfect"  bukan ?, karena kesempurnan hanyalah milik Allah semata.
Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sepasangan suami isteri bisa punya anak lebih dari satu, jika tidak adanya rasa cinta dan kasih sayang. Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. KIta bisa saling melengkapi segala kekurangan pasangan kita dengan kelebihan yang kita miliki,dan sebaliknya. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.

Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau dihitung secara materi dan psikis, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah  kepada sang pemilik masalah, yaitu Allah swt. berbaik sangkalah  kepada Allah swt, lakukanlah pendekatan ubudiyah, jangan bosan untuk berdo'a. Yakinlah dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat akan menjadi ringan. Dan Insya Allah, akan mendapatkan solusi untuk masalah yang sedang kita hadapi.

1 comment:

  1. Hhh..emang iya..kadang2 klo kerjaan buaanyyak bgt bawaannya bete aja. semua kena semprot. Ya anak2 ya suami. Iya klo suami lagi adem. klo lagi ga adem juga, brantem deh jadinya...maren ntu pernah cuaappeek bgt..tapi ga pengen marah2, kesian soale direpetin teyus. Cuma berdoa sediket minta kekuatan dari Allah ehhh ga lama hati ini ringan dan ga capek lagi. Alhamdulillah...kerjaan bisa dilanjutkan & anak2 plus suami "save" dari repetan...hihihi...

    ReplyDelete

Tolong tinggalkan komentar ya dan bukan spam. Terima kasih